• Imagen 1 Listing Bumi Resources Mineral
    Pencatatan saham perdana (Initial Public Offering/IPO) anak usaha anak usaha PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Bumi Resources Mineral (BRM)

IICD Rilis 16,67% Perusahaan Di BEI Belum Jalankan GCG

Jakarta - The Indonesian Institue for Corporation Directorsip (IICD) merilis ada 55 perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, atau 16,67% belum menjalankan praktik-praktif Good Corporate Governance (GCG) dari 330 perusahaan yang disurvei IICD.

Senior Economist and Governance Specialist IICD, Stefen S. Handoyo mengatakan, laporan ditemukannya perusahaan yang belum menjalankan praktik GCG merupakan gambaran bahwa pelaksanaan etika baik perusahaan di pasar modal masih rendah. “Sekitar 275 atau 83,33% perusahaan Tbk sudah memenuhi persyaratan minimum praktik-praktik GCG dan selebihnya belum,” katanya kepada wartawan di Jakarta, Kemarin.

Menurutnya, sebanyak 135 dari 330 perusahaan telah terpilih sebagai nomonasi untuk mendapatkan penghargaan tertinggi dalam praktik GCGC di Indonesia yang akhirnya diwujudkan dalam pemberina IIDC GCGC Award 2010 kepada 24 perusahaan publik.

Selain itu, IIDC juga mengungkapkan, perlindungan hak-hak pemegang saham perusahaan-perusahaan di Indonesia tercatat masih rendah. Berdasarkan hasil kajian IIDC terhadap 330 perusahaan yang disurvei berdasarkan laporan keuangan, situs korporasi, press release, situs Bapepam-LK, BEI, menyimpulkan kriteria corporate governance pada perlindungan hak pemegang saham mendapatkan nilai 50,60% atau masuk kriteria rendah. Padahal pada aspek perlakuan adil terhadap pemegang saham (87,16%), peran pemangku kepentingan (65,73%), pengungkapan dan trasparansi (65,73%), serta tanggung jawab dewan komisaris dan direksi (60,60%), masuk kriteria baik.

Chairman IIDC Sidharta Utama mengatakan, prinsip pertama memang jalan di tempat karena rata-rata skornya relatif tidak berubah selama beberapa tahun terakhir. Keadaan ini tentu perlu mendapat perhatian khusus dari regulator, Bapepam-LK dan BEI.

Secara keseluruhan aspek dalam penerapan Good Corporate Governance jika dilaksanakan maksimal, akan meningkatkan nilai kapitalisasi perusahaan di pasar modal. Menurut IICD, dengan asumsi investasi senilai Rp 10 triliun, perusahaan publik yang menerapkan Good Corporate Governance dapat menambah nilai transaksi sebanyak Rp 4 triliun.

Sidharta bilang, perusahaan publik yang menerapkan GCG cenderung memiliki nilai harga saham yang lebih tinggi. “Ada value sendiri bagi perusahaan yang menerapkan,”ungkapnya.

Sementara James Simanjuntak juga menyampaikan, perlindungan hak pemegang saham mewakili 20% aspek penilaian Corporate Governance Scorecard. Perlakuan asil terhadap pemegang saham dapat porsi 15%, sama dengan kriteria peran pemangku kepentingan. “Ini memungkinkan untuk didisclose. Khusus hak-hak pemegang saham, naiknya sulit. Tetap di bawah 60%. Kan praktisnya kurang bagus. Kan peran juga 13% dari jumlah, masih belum 40%. Share holder practise juga jelek,” papar James.

Justifikasi penggunaan informasi publik sebagai dasar penilaian adalah dengan kaca mata men on the street, bahwa masyarakat hanya mempunyai akses terhadap informasi yang dipublikasikan. Dengan demikian, masyarakat hanya dapat menilai praktik corporate governance suatu perusahaan berdasarkan informasi tersebut.
Dari 330 perusahaan yang disurvei, 275 diantaranya atau 83,33 % telah memenuhi persyaratan minimum lokal praktik Corporate Governance. Sisanya 55 perusahaan atau 16,67% masih memperolah skor buruk (dibawah 60%). “Jika dibandingkan dengan kondisi di regional, kita juga tidak paling baik maupun buruk,” imbuh Sidharta.

Seperti diketahui, Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD) adalah sebuah lembaga nirlaba yang didirikan oleh 10 Universitas dan sekolah bisnis terkemuka dan merupakan penyedia jasa advokasi, pelatihan dan riset dalam bidang tata kelola perusahaan terkemuka di Indonesia.

“Tukar Guling” Saham BUMI dan Vallar Akal-Akalan?

18 November 2010


Jakarta – Aksi perusahaan PT Bakrie and Brother Tbk sebagai induk perusahaan yang melakukan “tukar guling” saham terhadap anak usahanya PT Bumi Resources Tbk (BUMI) dengan Vallar membuat pasar saham menjadi bergairah. Pasalnya, dengan aksi tersebut diyakini akan meningkatkan kinerja PT Bumi Resources Tbk membaik termasuk mengurangi beban utangnya.

NERACA

Hanya saja pengamat pasar modal Yanuar Rizki menilai, rencana aksi perusahaan grup Bakrie harus disikapi serius. Karena rencana “tukar guling” saham tidaklah begitu mudah dan bahkan cara ini dinilai sebagai transaksi perusahan terhadap repo-reponya yang belum bisa ditangani. “Rencana ini merupakan bagian transaksi melunasi utang reponya yang belum terselesaikan,” katanya kepada Neraca di Jakarta, Rabu (17/11).

Bahkan Yanuar menduga, rencana aksi korporasi tersebut merupakan akal-akalan perusahaan. Dimana mungkin saja dibalik Vallar tersebut juga bagian usaha grup Bakrie dengan pendanaannya yang bertujuan usaha tersebut terlepas dari beban utang.

Oleh sebab itu, pentingnya Bapepam-LK untuk membuka dibalik kepentingan aksi korporasi grup Bakrie dengan Vallar. Karena selama ini dibalik aksi tersebut, terdapat sesatu yang belum seluruhnya disampaikan kepada publik dan masih ada yang disembunyikan. “Bapepam-LK harus proaktif membongkar kecurigaan publik terhadap aksi perusahaan Bakrie. Bila tidak, maka pasar modal Indonesia tidak lagi beretika,”tegasnya.

Menurut dia, kecurigaan publik terhadap aksi perusahaan grup Bakrie sangat beralasan. Dimana banyak aksi repo saham BUMI belum terungkap dan terselesaikan. Ironisnya, Bapepam-LK lemah dalam menindak dan membongkar prilaku tersebut yang dinilai telah menyangkut pidana atau penyimpangan.

Sementara Aji Martono pengamat dari Recapital Asset Management mengakui, rencana aksi “tukar guling” atau mengalihkan utang ke saham dari BUMI ke Villar bakal disambut para investor. Pasalnya, perusahaan tersebut akan memiliki performance yang baik akibat utangnya BUMI yang diambil alih oleh Villar. “Bumi akan memiliki kinerja baik pasca aksi perusahaan,”katanya.

Selain itu, dari aksi pat gulipat BUMI akan memberikan dampak positif pada kinerja perusahaan. Dimana perusahaan akan lebih pruden atau keuangan menjadi lebih baik karena pendapatan tidak lagi digerogoti dengan bunga utang.

Kendatipun demikian, Aji mengakui persepsi investor terhadap perusahaan grup Bakrie di pasar modal 50% menilai negatif dan 50% positif. Disisi lain, hadirnya aksi perusahaan grup Bakrie dengan “tukar guling” saham BUMI juga memberikan gairah di pasar modal.

Sebagaimana diketahui, banyak cerita negatif tentang perusahaan grup Bakrie mulai dari repo BUMI yang belum terungkap hingga belum belum terbanyarnya anggota asuransi Bakrie Life dan terakhir kecurigaan dengan “tukar guling” BUMI dengan Vallar.

Kesepakatan perjanjian jual beli saham antara BNBR, PT Recapital Advisors, dan Vallar Plc, ditandatangani di Singapura pada Senin (15/11). BNBR menandatangani perjanjian jual beli dengan Vallar Plc untuk melepaskan 5,2 miliar saham BUMI di Rp2.500 dan mendapatkan 90,1 juta saham baru Vallar. BNBR akan menerima 50,5 juta saham baru di Vallar seharga GBP 10 per saham. 

Vallar Plc sendiri merupakan perusahaan investasi milik keluarga Rothschild yang baru saja menggelar IPO raksasa di Bursa London senilai US$1,07 miliar atau sekitar Rp9 triliun pada Juli 2010. Dengan demikian, Grup Bakrie bersama rekanannya, Recapital Advisors, sukses melakukan pencatatan saham jalur belakang (backdoor listing) di Bursa Efek London (London Stock Exchange) melalui transaksi tukar guling saham dan akuisisi dengan keluarga Rothschild senilai US$3 miliar atau setara Rp27 triliun. 

Mekanisme transaksi senilai Rp27 triliun itu sendiri dilakukan melalui dua cara, yaitu tukar guling saham dan pembayaran tunai oleh Rothschild. BNBR akan melepaskan 5,2 miliar atau 25% saham BUMI di harga Rp2.500 per saham atau total senilai Rp13 triliun kepada Vallar Plc. 

Kemudian, perusahaan tersebut akan membayar pembelian saham BUMI ini dengan memberikan 90,1 juta saham baru Vallar seharga GBP 10 per saham kepada BNBR. Dengan transaksi ini, BNBR akan menguasai 43% saham Vallar Plc dan Vallar Plc akan memiliki 25% saham BUMI.

Dirut BNBR Bobby Gafur Umar menjelaskan, Untuk menjadi pengendali Vallar, BNBR melepaskan sebanyak 5,2 miliar saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) pada harga Rp 2.500 per saham,” kata Direktur Utama BNBR Bobby Gafur Umar. Artinya, BNBR melepas sahamnya di BUMI dengan nilai sebanyak Rp 13 triliun.

Saham BUMI ini ditukar dengan 90,1 juta saham baru Vallar, dimana BNBR akan menerima 50,5 juta saham baru di Vallar. Harga konversi saham Vallar oleh BNBR ini pada harga 10 poundsterling per saham. Sayang, Bobby tidak menjelaskan berapa banyak prosentase kepemilikan saham BNBR di Vallar pada aksi “tukar guling” tersebut. cahyo/bani

sumber

Wanita Dibalik Penawaran Umum Perdana Bumi Mineral Resources

Ia menjadi satu-satunya wanita di tengah kaum adam yang mendominasi direksi PT Bumi Mineral Resources (BMRS). Namun, sifat yang humble dan murah senyum, membuatnya menjadi incaran pencari berita.

Sosok bernama lengkap Yuanita Rohali ini terlihat begitu mencolok karena menjadi satu-satunya kaum hawa yang duduk di atas mimbar pada Due Diligence Meeting & Expose Penawaran Umum Perdana Saham (IPO) PT Bumi Mineral Resources (BMRS), Senin (8/11), Jakarta.

Dengan tutur katanya yang lembut dan penuh ketegasan, ia pun sabar meladeni pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan padanya seputar IPO BMRS. Alumni SMA 78 Kemanggisan ini memang menjadi salah satu tokoh kunci di balik berdirinya perusahaan milik Grup Bakrie yang bergerak di industri mineral tersebut.

Di sini, ia dipercaya menjadi Direktur Keuangan (CFO) pada perusahaan yang sebentar lagi akan listing dengan harga perdana di level Rp625-635 per lembar saham. Tugas berat dan melelahkan sudah tentu akan dihadapinya mengingat tanggung jawabnya yang besar dalam perusahaan.

"Dalam waktu dekat, saya dan tim akan roadshow ke beberapa negara di Asia dan Eropa selama IPO BMRS, semoga dana yang diperoleh sesuai dengan target yang telah kami tetapkan," terangnya.

Karir cemerlangnya saat ini di bidang keuangan, bukanlah cita-citanya. Karena, sedari kecil, Nita biasa ia dipanggil, ingin menjadi dokter. Namun kegagalannya diterima di jurusan kedokteran dan PMDK (Penelusuran Minat dan Kemampuan) ITB, membuat Nita banting setir mengambil jurusan Ilmu Komputer di Universitas Indonesia (UI).

Berkat didikan disiplin kedua orang tuanya yang sangat memperhatikan pendidikan anak-anaknya, Nita berhasil meraih predikat lulusan terbaik kedua pada 1991. Ia pun menjajaki karir pertamanya di PT Gajah Tunggal, sebagai salah satu karyawan di bagian IT.

Namun, bekal pendidikan sarjana tampaknya tidak cukup. Setelah 9 bulan bekerja, Nita melanjutkan S2 Manajemen Internasional, Universitas Indonesia. Keinginannya untuk melanjutkan studi ke luar negeri terpaksa harus dipendam karena faktor biaya.

Tapi, tak lama setelah ia merampungkan gelar master pada September 1992, keinginannya untuk melanjutkan S2 di luar negeri menjadi kenyataan. Nita berhasil meraih beasiswa ke Australia dari sebuah Institusi.

Ia pun menyeberang ke negeri kangguru hingga pada Desember 1994 menyabet gelar Master of Commerce in Advance Finance dari University of South Wales, Sidney, Australia.

Karirnya pun dijajaki lagi. Berbekal pendidikan di bidang keuangan, Nita menjajal di Bank Credit Lyonnais Indonesia sebagai corporate banking officer. Namun, cobaan menghampirinya. Nita pada Maret 2002 harus berhenti bekerja, setelah banknya terpaksa harus ditutup oleh kantor pusat di luar negeri.

Nasib baik pun menghampirinya. Nita mendapatkan tawaran dari salah seorang teman semasa sekolahnya untuk bergabung di grup Bakrie. Tertarik dengan tawaran tersebut, Nita pun langsung menerimanya dan mulai kembali merintis karir.

Semangat dan kerja kerasnya pun berbuah manis. Karir ibu tiga anak ini semakin menanjak, dengan dipercayanya ia sebagai Direktur Keuangan PT Bakrie and Brothers sejak Juni 2004. Ia pun juga menangani beberapa anak perusahaan milik salah satu orang terkaya di Indonesia tersebut. (inc)

Sumber

Listing Bumi Resources Mineral Tetap Tahun 2010

Rabu, 06 Okt 2010 10:56 WIB
MedanBisnis - Jakarta . Pencatatan saham perdana (Initial Public Offering/IPO) anak usaha anak usaha PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Bumi Resources Mineral (BRM), diperkirakan tetap terlaksana pada Desember 2010, setelah sebelumnya sempat terhambat karena belum berproduksi.
"Target manajemen, BRM akan melantai pada Desember 2010," ungkap Direktur Penilaian Perusahaan BEI, Eddy Sugito di  Jakarta Selasa (5/10).

Eddy menambahkan, BEI masih melakukan evaluasi atas permohonan IPO dari BRM. Sementara kepastian apakah target tersebut akan tercapai, dirinya enggan berkomentar lebih lanjut. "Kami masih melakukan evaluasi. Jika berjalan lancar, targetnya kemungkinan bisa tercapai," ucap Eddy.

Ia menambahkan, aset BRM telah berproduksi, hingga proses permohonan IPO pun kemungkinan besar akan berjalan lancar. Perusahaan dibawah BRM ini merupakan perseroan jasa pertambangan.

Seperti diketahui, BRM akan melepaskan 16,22% sahamnya ke publik pada September atau Oktober 2010. Target dana penawaran umum perdana saham sebesar US$ 400 juta, dari nilai ekuitas BRM saat ini sekitar US$ 900 juta. Dana hasil IPO akan digunakan untuk ekspansi perseroan.

BRM merupakan anak usaha BUMI dengan kepemilikan 99,99% saham. Sebelumnya, BUMI telah mengkonsolidasikan 4 anak usahanya yang bergerak di sektor non batubara ke dalam BRM.

Empat perusahaan tersebut adalah Lemington Investment Pte Ltd (yang memiliki Bumi Mauritania dan Konblo Bumi Inc), Calipso Investment Pte Ltd (yang memiliki Herald Resources Ltd), PT Citra Palu Minerals, dan PT Multi Capital (yang memiliki PT Newmont Nusa Tenggara).

Eddy menegaskan, calon emiten yang siap mencatatkan saham perdana pada November 2010 berjumlah enam perseroan. Mereka di antaranya, PT Krakatau Steel, PT Agung Podomoro, PT Borneo Lumbung Energy, PT Wintermar, PT Aditec, dan PT Midi Utama.

"Untuk Harum Energy akan listing esok hari, sedangkan ICBP (Indofood CBP) akan melantai pada Kamis," pungkasnya. (dtf)


Ringkasan IPO PT Bumi Resources Mineral (BRM)

Harga Saham IPO Martina Berto Rp650-850

Wednesday, 08 December 2010 

JAKARTA (SINDO) - PT Martina Berto menawarkan harga saham perdana di harga Rp650–850 per saham. Anak usaha Martha Tilaar Group ini melepas 33,17% saham ke pasar atau sebanyak 355 juta lembar saham, melalui penawaran umum perdana (initial public offering/IPO) dengan target raihan dana Rp270 miliar.


Direktur Utama PT Martina Berto, Bryan David Emil, mengatakan, 50% dari total dana hasil IPO atau sebesar Rp135 miliar akan digunakan untuk membangun pabrik baru di Cikarang,Jawa Barat,pembelian mesin, dan peralatan produksi serta utilitas. Sekitar 20% atau Rp54 miliar dialokasikan untuk membayar utang perseroan kepada PT Bank CIMB Niaga. ”Sisanya, sebesar 30% atau Rp81 miliar akan digunakan untuk modal kerja, seperti renovasi gudang, pengembangan infrastruktur teknologi informasi,dan pengembangan serta penelitian produk,” ujarnya saat paparan publik perseroan di Jakarta kemarin.

Penjamin pelaksana emisi efek (underwritter) yang ditunjuk untuk pelaksanaan penawaran saham perdana perseroan yaitu PT Trimegah Securities. Masa penawaran awal saham tersebut akan dilakukan mulai tanggal 3–7 Januari 2011. Adapun masa penjatahan akan jatuh pada tanggal 10 Januari dan pendistribusian akan dilakukan pada 12 Januari 2011.Perseroan akan mencatatkan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada 13 Januari 2011 mendatang. Bryan mengungkapkan beberapa alasan perseroan melakukan IPO. Pertama, untuk meningkatkan kapasitas produksi perseroan, khususnya pada colour cosmetics dan skin care.Kedua,meningkatkan pertumbuhan penjualan sekitar 20% sehingga dapat meningkatkan pangsa pasar di industri kecantikan dan personal care.

Ketiga, meningkatkan infrastruktur pendukung, yaitu informasi teknologi, riset dan pengembangan, kapasitas dan prasarana gudang, serta Martha Tilaar Shop. Dia menjelaskan, saat ini PT Martina Berto berada pada urutan kedua di colour cosmetics dengan market share 13,6% dan urutan keempat di skin care product dengan market share 5,7%. Dengan melakukan IPO,dia berkeyakinan posisi perusahaan bisa menjadi peringkat satu untuk kategori colour cosmetic dan ketiga untuk kategori skin care. ”Untuk jangka pendek, perusahaan menargetkan menjadi top three dalam industri perawatan kecantikan dan spa di Indonesia.

Sedangkan tujuan jangka menengah menjadi pemain regional di Asia-Pasifik dalam industri perawatan kecantikan dan spa,”ujarnya. Direktur Keuangan PT Martina Berto, Handiwidjaja, menambahkan, pada 2011, perusahaan telah menganggarkan belanja modal (capital expenditure/capex) sebesar Rp135 miliar. Sebesar Rp82 miliar di antaranya akan dipergunakan untuk pembangunan pabrik baru dan sisanya Rp53 miliar untuk membeli mesin baru. Untuk kinerja 2010, Handiwidjaja mengungkapkan, perusahaan memperoleh pendapatan sebesar Rp574,773 miliar dengan laba kotor Rp309,003 miliar, sementara beban usaha mencapai Rp258,118 miliar.

Adapun laba usaha mencapai Rp50,885 miliar dan laba bersih sebesar Rp36,665 miliar.”Debt to equitydiperkirakan hanya 0,51. Sedangkan debt to assethanya 0,19,”paparnya. Komisaris Utama PT Martina Berto,Martha Tilaar, mengatakan, strategi yang dikembangkan perusahaan telah sesuai dengan kebutuhan pasar.Saat ini waktu yang tepat bagi perseroan untuk melakukan perluasan usaha, khususnya ke luar negeri.”Kalau biasanya perusahaan barat ekspansi ke timur. Tapi kami melakukan sebaliknya. Perusahaan dari timur yang ekspansi ke barat,”ujarnya.

Analis dari Indosurya Securities, Reza Priyambada, mengatakan, PT Martina Berto merupakan perusahaan yang memasarkan produk kosmetik yang telah dikenal masyarakat.Karena itu,dia optimistis, akan banyak investor yang tertarik memiliki saham perusahaan perawatan kecantikan ini.”Sepertinya sebagian besar dari investor untuk memiliki saham Martina Berto, bukan untuk kepentingan jangka pendek. Karena, biasanya saham emiten sektor kosmetik tidak terlalu fluktuatif,”jelas dia. (hermansah) 

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme