MRT III butuh Rp33 triliun

Stasiun diharapkan jadi pusat pertumbuhan ekonomi baru

JAKARTA: Proyek mass rapid transit (MRT) jalur Balaraja-Cikarang sepanjang 87,3 km diperkirakan menelan investasi US$3,54 miliar atau sekitar Rp33 triliun.

Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Tundjung Inderawan mengungkapkan nilai investasi itu mengacu pada perkiraan biaya pembangunan MRT tahap ketiga yang rata-rata mencapai US$40,6 juta per km setara Rp381 miliar.

"Berdasarkan rekomendasi Japan International Cooperation Agency (JICA), salah satu alternatif jalur MRT tahap ketiga yang dinilai terbaik memiliki panjang 87,3 km dengan biaya rata-rata US$40,6 juta per km," ujarnya di Jakarta, kemarin.

Tundjung menjelaskan alternatif jalur MRT yang membentang dari barat ke arah timur Jakarta tersebut melalui rute Balaraja-Tangerang-Duri-Grogol-antara Mangga Besar dan Sawah Besar-Kemayoran-Kelapa Gading-Cikarang.

Rute MRT itu terdiri atas lintasan jalur di atas permukaan tanah (elevated) sepanjang 58,2 km, jalur di bawah tanah (underground) 12,6 km, serta jalur existing atau at grade sepanjang 16,5 km dengan jumlah stasiun sebanyak 46 unit.

Jalur elevated sendiri meliputi Balaraja-Tangerang (17,6 km) dan Kelapa Gading-Cikarang (40,6 km), jalur bawah tanah Grogol-Kelapa Gading (12,6 km), dan jalur at grade Tangerang-Duri sepanjang 16,5 km.

Tundjung menilai rute tersebut merupakan yang terbaik dari empat rute alternatif lain yang juga dikaji JICA. Keempat rute alternatif itu yakni Balaraja-Cileduk-Blok M-Cawang-Setu; Balaraja-Tangerang-Grogol-Dukuh Atas-Cikarang; Balaraja-Kemanggisan-Dukuh Atas-Cikarang; dan Grogol-Senayan-Mampang-Pondok Kopi. (lihat infografis)

Menurut dia, Pemerintah Jepang kemungkinan besar akan mendanai proyek MRT tahap ketiga rute Balaraja-Cikarang, tentunya setelah proses studi kelayakan yang dilakukan JICA selesai pada akhir tahun ini.

"Biasanya seperti itu. Kalau JICA yang melakukan studi, Pemerintah Jepang yang kemudian mendanai proyek bersangkutan," ujarnya.

Pada kesempatan itu, Tundjung juga mengungkapkan JICA telah menyelesaikan studi kelayakan proyek MRT tahap kedua rute Dukuh Atas-Stasiun Kota sepanjang 7,4 km dengan lintasan di bawah tanah.

Menurut rencana, pada jalur MRT tahap kedua itu akan dibangun sembilan unit stasiun di bawah tanah. Biaya pembangunannya sendiri ditaksir US$81,6 juta hingga US$131,9 juta per km, setara Rp767 miliar-Rp1,24 triliun.

Kementerian Perhubungan, lanjutnya, akan memprioritaskan program pembangunan MRT jalur Dukuh Atas-Kota. MRT tahap kedua itu merupakan kelanjutan MRT tahap pertama jalur Lebak Bulus-Dukuh Atas sepanjang 14,5 km senilai Rp10,26 triliun.

Biaya proyek MRT tahap pertama sendiri bersumber dari JICA Rp8,36 triliun, pemerintah pusat Rp1,25 triliun, dan APBD DKI Rp0,65 triliun. Pinjaman JICA yang bertenor 30 tahun dengan masa tenggang 10 tahun akan ditanggung DKI Rp4,8 triliun dan sisanya oleh pusat.

Setelah masa tenggang, di luar kewajiban menutup pembiayaan proyek Rp651 miliar, APBD DKI akan tergerus Rp184 miliar setiap tahun. Dari plafon pinjaman tersebut, pencairannya baru mencapai Rp5,5 triliun yang terbagi atas dua tahap.

Saat ini, sudah terdapat tiga kontraktor Jepang yang mengincar proyek tersebut, yaitu Sumitomo Corp, Marubeni Corp, dan Itochu Corp. Tender konstruksinya baru akan digelar tahun depan.

Sistem tiket

Di tempat terpisah, Gubernur DKI Fauzi Bowo mengatakan Pemprov DKI berencana menjadikan stasiun-stasiun di jalur MRT rute Balaraja-Cikarang sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru, selain fungsi utamanya sebagai prasarana transportasi kota.

Guna mendukung rencana itu, Pemprov DKI akan mengintegrasikan stasiun MRT dengan stasiun transportasi massal lain seperti busway dan kereta api dalam kota. "Ini juga berkaitan dengan rencana menyinergikan sistem tiket transportasi massal di Ibu Kota."

Direktur Utama PT MRT Jakarta Tribudi Rahardjo menambahkan salah satu stasiun yang diharapkan dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru itu adalah stasiun perlintasan yang menghubungkan tiga rute MRT.

"Tapi sampai saat ini, perlintasan yang menghubungkan antara rute MRT tahap ketiga dengan rute MRT tahap pertama dan kedua itu belum ditentukan. Yang pasti, titik pertemuan itu akan berada di antara stasiun Harmoni sampai stasiun Glodok," katanya.

Mengomentari rencana ini, Sekjen Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit menyatakan rencana menjadikan stasiun MRT sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru itu harus dipersiapkan secara matang.

Untuk itu, dia berpendapat, pemerintah harus mengedepankan prinsip pengembangan kawasan transit atau transit oriented development (TOD), yakni dengan memadukan pengembangan kawasan transit dan properti atau perniagaan.

"Meski dalam dokumen rencana tata ruang dan wilayah DKI sendiri konsep itu sudah dikenal, sampai sekarang belum ada kejelasan bagaimana prinsip TOD itu akan diterapkan. Artinya, belum ada kejelasan pengembangan properti di sekitar stasiun MRT."

Danang menilai proyek MRT tahap ketiga dengan membuat jalur angkutan massal cepat dari barat ke timur lebih didasarkan kepentingan mengurangi kemacetan jalan di Ibu Kota, bukan sebagai proyek pengembangan kota secara berkelanjutan.

Karena itu, sambungnya, pemerintah pusat dan Pemprov DKI perlu segera duduk satu meja guna membahas proyek MRT tahap ketiga itu secara terbuka dengan melibatkan warga. "Sebagai sebuah proyek pasti harus disosialisasikan secara terbuka," ujarnya.

Proyek MRT sendiri merupakan program prioritas nasional yang masuk ke dalam salah satu rencana pembangunan jangka menengah nasional. Pelaksanaan proyek ini diserahkan kepada Kementerian Perhubungan dan Pemprov DKI.

Kepastian pembangunan MRT yang membentang dari barat ke timur wilayah Jakarta itu sendiri dituangkan dalam rancangan peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta 2010-2030 yang akan disahkan pada tahun ini.

Bersaman dengan itu, Pemprov DKI juga menyiapkan peraturan daerah tentang pemanfaatan ruang bawah tanah. Perda yang ditargetkan terbit semester I/2010 itu akan mengatur sekaligus melindungi aset pemerintah maupun swasta yang berada di bawah tanah. (Hery Lazuardi/Bastanul Siregar) (hendra.wibawa@bisnis.co. id/mia.chitra@ bisnis.co.id)

Oleh Hendra Wibawa & Mia Chitra Dinisari
Bisnis Indonesia

Sumber:Bisnis Indonesia, 22 Juni 2010

0 Response to "MRT III butuh Rp33 triliun"

Posting Komentar

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme