• Imagen 1 Listing Bumi Resources Mineral
    Pencatatan saham perdana (Initial Public Offering/IPO) anak usaha anak usaha PT Bumi Resources Tbk (BUMI), PT Bumi Resources Mineral (BRM)

KPPU: Pfizer & Dexa langgar UU No. 5/1999

Kedua usaha didenda Rp25 miliar & Rp20 miliar
JAKARTA: Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan kelompok usaha Pfizer dan PT Dexa Medica melakukan pelanggaran UU No.5/1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat, terkait dengan perkara kartel obat antihipertensi.

Dalam putusan yang dibacakan majelis komisi Ahmad Ramadhan Siregar, Tadjuddin Noer Said, dan Erwin Syahrir, kemarin, PT Pfizer Indonesia, Pfizer Inc, Pfizer Overseas LLC, Pfizer Global Trading, dan Pfizer Corporation Panama, berturut-turut sebagai terlapor I, III, IV, V, dan VI, dinyatakan terbukti melanggar Pasal 5, 11, 16, dan 25 Ayat 1 Huruf a, sedangkan PT Dexa Medica (terlapor II) dinyatakan terbukti melanggar Pasal 5, 11, dan 16.

Pasal 5 mengatur mengenai larangan bagi pelaku usaha untuk melakukan penetapan harga, Pasal 11 mengenai kartel, Pasal 16 mengenai larangan bagi pelaku usaha untuk membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang menimbulkan terjadinya praktik monopoli dan persaingan tidak sehat, serta Pasal 25 Ayat 1 mengenai penyalahgunaan posisi dominan.

Karena terbukti melakukan pelanggaran pasal-pasal tersebut, keenam terlapor dijatuhi hukuman denda, yakni PT Pfizer Indonesia, Pfizer Inc, Pfizer Overseas LLC, Pfizer Global Trading, dan Pfizer Corporation Panama, masing-masing dijatuhi denda Rp25 miliar, dan PT Dexa Medica sebesar Rp20 miliar.

Selain itu, majelis komisi dalam putusannya juga membatalkan beberapa pasal dalam Supply Agreement antara terlapor III dan II, satu pasal dalam Pfizer Distribution Agreement antara terlapor I dan PT Anugrah Argon Medika.

Majelis komisi, di bagian lainnya juga memerintahkan PT Pfizer Indonesia untuk menurunkan harga obat Norvask sebesar 65% dari HNA (harga neto apotik) hingga putusan berkekuatan hukum tetap, dan PT Dexa Medica untuk menurunkan harga obat Tensivask 60% dari HNA hingga putusan berkekuatan hukum tetap.

Di samping itu, kedua perusahaan farmasi tersebut juga diperintahkan untuk tidak melibatkan dokter dalam program Health Care Compliance Program (HCCP), serta menurunkan biaya promosi hingga 60%.

Ganggu investasi

Public Affairs and Communication Director PT Pfizer Indonesia, Chrisma A. Albandjar, menyayangkan keputusan KPPU itu karena tidak memberikan kepastian hukum di Indonesia dan mengganggu iklim investasi.

"KPPU sama sekali tidak memperhatikan dan menimbang bahan-bahan yang sudah kami berikan dan pendapat saksi-saksi selama pemeriksaaan berlangsung yang semuanya membuktikan bahwa Pfizer Indonesia sama sekali tidak melanggar UU Persaingan Usaha," katanya.

PT Pfizer Indonesia, menurutnya, menolak putusan itu karena KPPU dinilai tidak mempertimbangkan data, dokumen, bukti dan pendapat saksi ahli yang disampaikan pihaknya pada saat proses pemeriksaan perkara.

KPPU, menurutnya, tidak mempertimbangkan bukti-bukti penting yang jelas menunjukkan bahwa PT Dexa Medica merupakan pesaing bagi PT Pfizer Indonesia dan kedua perusahaan tidak pernah membuat perjanjian baik lisan maupun tertulis untuk mengatur penetapan harga atau produksi.

Selain itu, lanjutnya, PT Pfizer Indonesia tidak pernah membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang melanggar peraturan dan perundangan di Indonesia termasuk menimbulkan persaingan usaha tidak sehat.

KPPU, menurutnya, salah menginterpretasi pasar bersangkutan dalam perkara ini dan tidak mengindahkan pendapat para saksi ahli dan lembaga ini berpendapat hanya ada satu pengobatan terapetik yang tersedia, padahal ada ratusan produk di pasar yang terbukti dapat mengobati kondisi medis yang sama.

"Kegagalan dalam menafsirkan regulasi maupun pasar yang bersangkutan menyebabkan KPPU pada kesimpulan yang salah terkait dengan dominasi pasar. PT Pfizer Indonesia tidak mempunyai posisi dominan di pasar obat antihipertensi," jelasnya.

Di lain pihak, kuasa hukum PT Dexa Medica, HMBC Rikrik Rizkiyana, merasa kecewa dengan putusan majelis komisi KPPU yang dinilai tidak mempertimbangkan data dan bukti yang disampaikan oleh pihaknya pada waktu pemeriksaan perkara.

"Putusannya zalim. Nampaknya dalam hal ini majelis komisi tidak bekerja dengan baik karena hasil analisisnya sama dengan pemeriksaan lanjutan. Ada yang tidak dijadikan konsideran oleh majelis komisi," ujar Rikrik, seusai sidang pembacaan putusan, kemarin.

Di bagian lain, Rikrik menyebutkan banyak perbandingan yang tidak apple to apple dalam pertimbangan putusan KPPU. Contohnya, menurutnya, tidak sama pergeseran harga Norvask dan Tensivask, serta perbandingan antara international pricing dengan harga yang ditetapkan perusahaan itu.

"Pasti kita akan mengajukan keberatan," katanya. (elvani@bisnis.co.id)

Oleh Elvani Harifaningsih
Bisnis Indonesia

PT Arpeni digugat pailit

Korea Securities klaim YED 5 masih punya kewajiban US$2,15 juta

JAKARTA: Korea Securities Finance Corporation melayangkan permohonan pailit terhadap PT Arpeni Pratama Ocean Line Tbk, yang merupakan penjamin dari YED 5, S.A.

Dalam permohonan pailit yang terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat No.67/ PAILIT/2010/PN.NIAGA.JKT.PST, Korea Securities mengklaim YED 5-perusahaan yang didirikan berdasarkan hukum negara Republik Panama-masih mempunyai kewajiban yang sudah jatuh tempo senilai US$2,15 juta.

Utang itu, menurut Korea Securities, tidak dipenuhi pembayarannya oleh YED 5, sehingga akhirnya ditagih kepada PT Arpeni yang merupakan penjamin YED 5 berdasarkan surat penjaminan (letter of guarantee) tertanggal 22 Mei 2007.

Berdasarkan surat penjaminan itu, termohon pailit ini disebut-sebut menyatakan sebagai pihak yang menjamin tanpa syarat dan tidak dapat ditarik kembali, pembayaran nilai pinjaman termasuk bunga dan biaya-biaya lain yang jatuh tempo oleh YED 5 sesuai dengan ketentuan dalam perjanjian.

Untuk terpenuhinya syarat permohonan kepailitan sesuai UU No. 37/2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), pemohon menyertakan kreditur lain dari termohon pailit, yakni Sekwang Shipbuilding Co Ltd.

Kewajiban senilai US$2,15 juta terhadap Sekwang disebut-sebut muncul karena PT Arpeni menandatangani jaminan pelaksana (performance guarantee) atas transaksi pembelian sebuah kapal antara Sekwang dan YED 5, S.A.

Hubungan hukum antara kedua pihak disebut-sebut berawal ketika YED 5, S.A. dan beberapa kreditur lainnya (senior lenders) dan Korea Securities (junior bond purchaser) menandatangani perjanjian fasilitas (facility agreement) pada 22 Mei 2007 dan menunjuk Woori Bank, Hongkong Branch, selaku agen dari kreditur.

Berdasarkan perjanjian, menurut pihak Korea Securities, YED 5 akan menerima pinjaman senilai US$19,9 juta dari para kreditur lainnya termasuk Korea Securities (pemohon pailit), guna membiayai pembelian satu tanker pengangkut minyak atau bahan kimia.

Pemohon disebut-sebut telah membeli obligasi (junior bond) tertanggal 30 Mei 2007 senilai US$4,7 juta yang diterbitkan dan dijual YED 5. Sementara PT Arpeni (termohon pailit) bertindak sebagai penjamin berdasarkan letter of guarantee tertanggal 22 Mei 2007.

Atas pinjaman itu, klaim pemohon, YED 5 telah mengembalikan utangnya pada para pemberi pinjaman senior, tetapi perusahaan asal Republik Panama tersebut masih mempunyai sisa kewajiban senilai US$2,15 juta kepada pemohon.

Surat peringatan

Pemohon mengaku telah mengirimkan surat peringatan kepada YED 5 yang intinya meminta perusahaan itu untuk menyelesaikan kewajibannya. Akan tetapi, surat peringatan tersebut tidak direspons oleh YED 5.

Lantas, Korea Securities menagih utang tersebut kepada PT Arpeni, baik melalui sambungan telepon maupun surat peringatan. "Termohon mempunyai utang yang sudah jatuh tempo. Dari korespondensi selama ini, mereka mengakui adanya utang dan berniat untuk restrukturisasi," kata Yusfa Perdana, kuasa hukum Korea Securities, seusai sidang, Kamis, pekan lalu.

Akan tetapi, sambung Yusfa, hingga diajukannya permohonan pailit melalui Pengadilan Niaga Jakarta Pusat, perusahaan itu belum menyelesaikan kewajiban maupun mengajukan proposal restrukturisasi tersebut.

Akan tetapi, dalam sidang perdana itu PT Arpeni selaku termohon pailit maupun kuasa hukumnya tidak menghadiri jalannya sidang, sehingga akhirnya persidangan ditunda hingga 27 September 2010.

Direktur Keuangan PT Arpeni, Ateng Suhendra, menyebutkan dirinya tidak bisa memberikan komentar atas permohonan pailit tersebut. Dia menyebutkan bahwa yang berkompeten memberikan komentar adalah Corporate Secretary PT Arpeni.

Namun, hingga berita ini diturunkan, Bisnis tidak berhasil menghubungi pihak PT Arpeni untuk dimintai komentarnya. Bisnis sudah menghubungi Direktur Utama Oentoro Surya dan Corporate Secretary Ronald Nangoi, tetapi sambungan telepon ke ponsel mereka tidak diangkat dan pesan singkat yang Bisnis kirimkan belum dijawab. (08) (elvani.harifaningsih@ bisnis.co.id)

Oleh Elvani Harifaningsih
Bisnis Indonesia

Jakarta "Tenggelam" Sudah di Depan Mata


Penurunan Permukaan Tanah


JAKARTA, KOMPAS.com — Penurunan permukaan tanah secara signifikan di Jakarta semakin luas. Kondisi tersebut terjadi akibat kian intensifnya pembangunan fisik yang disertai penyedotan air tanah secara tidak terkendali. Naiknya permukaan laut sebagai dampak pemanasan global menyebabkan wilayah Jakarta yang terendam rob atau genangan saat air laut pasang kian luas.
Tim dari Kelompok Keilmuan Geodesi Institut Teknologi Bandung (ITB) yang melakukan kajian subsidensi permukaan tanah di 23 titik di sekitar Jakarta menyimpulkan, penurunan permukaan tanah bervariasi, 2 sentimeter hingga lebih dari 12 cm selama 10 tahun sejak 1997 hingga 2007.
Hasanuddin Z Abidin, salah seorang peneliti, Sabtu (25/9/2010), menyatakan, sebagian besar kawasan barat hingga utara Jakarta mengalami penurunan tanah antara 5 cm dan 12 cm. Adapun wilayah tengah hingga timur penurunan tanahnya hingga 5 cm. Penurunan kawasan timur laut hingga selatan berkisar 2-4 cm.
”Penurunan permukaan tanah di sejumlah wilayah juga menurunkan badan jalan dan saluran drainase sehingga retak-retak, rusak, dan menutupi saluran,” kata Kepala Bidang Pengelolaan Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta Tarjuki. ”Dinas PU DKI sedang memperbaiki badan saluran drainase yang tertutup agar air lebih cepat mengalir,” lanjutnya.
Penurunan permukaan tanah juga menciptakan kawasan-kawasan cekung yang lebih cepat tergenang saat banjir.
Sebagian kawasan Pademangan, Jakarta Utara, yang beberapa tahun lalu nyaman dilalui, misalnya, kini menjadi langganan rob saat air laut pasang. Kawasan wisata Ancol Taman Impian yang beberapa tahun lalu lebih tinggi daripada permukaan laut kini harus membangun tanggul di sepanjang bibir pantai guna menahan air laut saat pasang. Tanggul pun harus rutin ditinggikan karena permukaan tanah terus turun.
Data Dinas Pengembangan DKI Jakarta bahkan lebih mengerikan. Pada periode tahun 1982 hingga 1997 terjadi amblesan tanah di kawasan pusat Jakarta yang mencapai 60 cm hingga 80 cm. Karena merata, amblesan ini menjadi tidak terasa. Bila penurunan ini terus berlanjut, "tenggelamnya" Jakarta sudah di depan mata.
http://megapolitan.kompas.com/read/2010/09/27.....

Rencana Merger PT Bank OCBC NISP Tbk dan PT Bank OCBC Indonesia

Umumkan Rencana Penggabungan Usaha

Pada tanggal 24 September 2010 secara resmi disampaikan kepada publik tentang rencana PT Bank OCBC NISP Tbk dan PT Bank OCBC Indonesia untuk melakukan penggabungan usaha kedua perusahaan tersebut. Bank OCBC NISP merupakan perusahaan publik yang 81,9% sahamnya dimiliki oleh OCBC Bank Singapura, sementara itu PT Bank OCBC Indonesia adalah perseroan terbatas yang 99% sahamnya dimiliki oleh OCBC Bank Singapura dan 1%-nya dimiliki oleh Bank OCBC NISP. Setelah proses penggabungan usaha tersebut selesai, rencananya kedua bank akan menggunakan nama dan logo PT Bank OCBC NISP Tbk dan dengan demikian PT Bank OCBC Indonesia dibubarkan tanpa melalui likuidasi terlebih dahulu.
Proses penggabungan dinyatakan efektif setelah mendapat persetujuan antara lain dari Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB), Bapepam dan LK, Bank Indonesia, dan Menhukham dimana diharapkan dapat terlaksana pada tanggal 1 Januari 2011.
Parwati Surjaudaja, Presiden Direktur dan CEO Bank OCBC NISP menyatakan, “Penggabungan usaha ini kami nilai sebagai langkah strategis yang efektif bagi Bank OCBC NISP dan Bank OCBC Indonesia untuk menciptakan sinergi dalam memberikan layanan dan produk yang lebih beragam kepada para nasabah kami; disisi lain penggunaan satu nama Bank OCBC NISP akan membantu mempermudah para stakeholder, termasuk nasabah dan pihak regulator, untuk mengingatnya dengan lebih baik.”
Sementara itu Lo Nyen Khing, Presiden Direktur dan CEO Bank OCBC Indonesia menyatakan, “ Melalui sinergi penggabungan usaha ini, nasabah Bank OCBC Indonesia akan mendapatkan nilai tambah karena mereka dapat lebih terlayani oleh 400 kantor Bank OCBC NISP yang tersebar di 62 kota besar di Indonesia, selain layanan melalui 37.000 jaringan ATM.”
Profil PT Bank OCBC Indonesia
PT Bank OCBC Indonesia didirikan tahun 1997 oleh OCBC Bank Singapura dan PT Bank (OCBC) NISP Tbk dengan komposisi saham 85% : 5%. Dengan berjalannya waktu, kepemilikan saham berubah menjadi masing-masing 99% dan 1% hingga saat ini.
Per 30 Juni 2010 total aset PT Bank OCBC Indonesia adalah Rp 4,5 triliun dengan jaringan kantor sebanyak 4 kantor di Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan, serta didukung oleh 117 karyawan (per Juli 2010). Kinerja PT Bank OCBC Indonesia menunjukkan tingkat kualitas dan kesehatan yang baik sebagai sebuah bank sebagaimana tercermin dalam rasio-rasio keuangan sebagai berikut : ROA 2,72%, ROE 11,61%, CAR 36,09%, LDR 103,66% dan NPL 2,49%
Profil Bank OCBC NISP
PT Bank OCBC NISP Tbk didirikan di Bandung pada tahun 1941 dengan nama Nederlandsch Indische Spaar en Deposito Bank. Per 30 Juni 2010 memiliki total aset Rp 39,1 triliun. Bank OCBC NISP melayani nasabah melalui 400 jaringan kantor di 62 kota di Indonesia dilengkapi dengan 563 unit ATM dan dapat bertransaksi di lebih dari 37.000 jaringan ATM (termasuk ATM Bersama, BCA, OCBC Bank di Singapura dan BankCard di Malaysia) dan didukung 5.918 karyawan berdedikasi. Dalam menjalankan bisnis yang berfokus pada bidang UKM dan konsumer, Bank OCBC NISP mendapat dukungan dalam berbagai bidang dari OCBC Bank sebagai pemegang saham pengendali dengan jumlah saham sebesar 81,9%.

MRT III butuh Rp33 triliun

Stasiun diharapkan jadi pusat pertumbuhan ekonomi baru

JAKARTA: Proyek mass rapid transit (MRT) jalur Balaraja-Cikarang sepanjang 87,3 km diperkirakan menelan investasi US$3,54 miliar atau sekitar Rp33 triliun.

Dirjen Perkeretaapian Kementerian Perhubungan Tundjung Inderawan mengungkapkan nilai investasi itu mengacu pada perkiraan biaya pembangunan MRT tahap ketiga yang rata-rata mencapai US$40,6 juta per km setara Rp381 miliar.

"Berdasarkan rekomendasi Japan International Cooperation Agency (JICA), salah satu alternatif jalur MRT tahap ketiga yang dinilai terbaik memiliki panjang 87,3 km dengan biaya rata-rata US$40,6 juta per km," ujarnya di Jakarta, kemarin.

Tundjung menjelaskan alternatif jalur MRT yang membentang dari barat ke arah timur Jakarta tersebut melalui rute Balaraja-Tangerang-Duri-Grogol-antara Mangga Besar dan Sawah Besar-Kemayoran-Kelapa Gading-Cikarang.

Rute MRT itu terdiri atas lintasan jalur di atas permukaan tanah (elevated) sepanjang 58,2 km, jalur di bawah tanah (underground) 12,6 km, serta jalur existing atau at grade sepanjang 16,5 km dengan jumlah stasiun sebanyak 46 unit.

Jalur elevated sendiri meliputi Balaraja-Tangerang (17,6 km) dan Kelapa Gading-Cikarang (40,6 km), jalur bawah tanah Grogol-Kelapa Gading (12,6 km), dan jalur at grade Tangerang-Duri sepanjang 16,5 km.

Tundjung menilai rute tersebut merupakan yang terbaik dari empat rute alternatif lain yang juga dikaji JICA. Keempat rute alternatif itu yakni Balaraja-Cileduk-Blok M-Cawang-Setu; Balaraja-Tangerang-Grogol-Dukuh Atas-Cikarang; Balaraja-Kemanggisan-Dukuh Atas-Cikarang; dan Grogol-Senayan-Mampang-Pondok Kopi. (lihat infografis)

Menurut dia, Pemerintah Jepang kemungkinan besar akan mendanai proyek MRT tahap ketiga rute Balaraja-Cikarang, tentunya setelah proses studi kelayakan yang dilakukan JICA selesai pada akhir tahun ini.

"Biasanya seperti itu. Kalau JICA yang melakukan studi, Pemerintah Jepang yang kemudian mendanai proyek bersangkutan," ujarnya.

Pada kesempatan itu, Tundjung juga mengungkapkan JICA telah menyelesaikan studi kelayakan proyek MRT tahap kedua rute Dukuh Atas-Stasiun Kota sepanjang 7,4 km dengan lintasan di bawah tanah.

Menurut rencana, pada jalur MRT tahap kedua itu akan dibangun sembilan unit stasiun di bawah tanah. Biaya pembangunannya sendiri ditaksir US$81,6 juta hingga US$131,9 juta per km, setara Rp767 miliar-Rp1,24 triliun.

Kementerian Perhubungan, lanjutnya, akan memprioritaskan program pembangunan MRT jalur Dukuh Atas-Kota. MRT tahap kedua itu merupakan kelanjutan MRT tahap pertama jalur Lebak Bulus-Dukuh Atas sepanjang 14,5 km senilai Rp10,26 triliun.

Biaya proyek MRT tahap pertama sendiri bersumber dari JICA Rp8,36 triliun, pemerintah pusat Rp1,25 triliun, dan APBD DKI Rp0,65 triliun. Pinjaman JICA yang bertenor 30 tahun dengan masa tenggang 10 tahun akan ditanggung DKI Rp4,8 triliun dan sisanya oleh pusat.

Setelah masa tenggang, di luar kewajiban menutup pembiayaan proyek Rp651 miliar, APBD DKI akan tergerus Rp184 miliar setiap tahun. Dari plafon pinjaman tersebut, pencairannya baru mencapai Rp5,5 triliun yang terbagi atas dua tahap.

Saat ini, sudah terdapat tiga kontraktor Jepang yang mengincar proyek tersebut, yaitu Sumitomo Corp, Marubeni Corp, dan Itochu Corp. Tender konstruksinya baru akan digelar tahun depan.

Sistem tiket

Di tempat terpisah, Gubernur DKI Fauzi Bowo mengatakan Pemprov DKI berencana menjadikan stasiun-stasiun di jalur MRT rute Balaraja-Cikarang sebagai pusat pertumbuhan ekonomi baru, selain fungsi utamanya sebagai prasarana transportasi kota.

Guna mendukung rencana itu, Pemprov DKI akan mengintegrasikan stasiun MRT dengan stasiun transportasi massal lain seperti busway dan kereta api dalam kota. "Ini juga berkaitan dengan rencana menyinergikan sistem tiket transportasi massal di Ibu Kota."

Direktur Utama PT MRT Jakarta Tribudi Rahardjo menambahkan salah satu stasiun yang diharapkan dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru itu adalah stasiun perlintasan yang menghubungkan tiga rute MRT.

"Tapi sampai saat ini, perlintasan yang menghubungkan antara rute MRT tahap ketiga dengan rute MRT tahap pertama dan kedua itu belum ditentukan. Yang pasti, titik pertemuan itu akan berada di antara stasiun Harmoni sampai stasiun Glodok," katanya.

Mengomentari rencana ini, Sekjen Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Danang Parikesit menyatakan rencana menjadikan stasiun MRT sebagai sumber pertumbuhan ekonomi baru itu harus dipersiapkan secara matang.

Untuk itu, dia berpendapat, pemerintah harus mengedepankan prinsip pengembangan kawasan transit atau transit oriented development (TOD), yakni dengan memadukan pengembangan kawasan transit dan properti atau perniagaan.

"Meski dalam dokumen rencana tata ruang dan wilayah DKI sendiri konsep itu sudah dikenal, sampai sekarang belum ada kejelasan bagaimana prinsip TOD itu akan diterapkan. Artinya, belum ada kejelasan pengembangan properti di sekitar stasiun MRT."

Danang menilai proyek MRT tahap ketiga dengan membuat jalur angkutan massal cepat dari barat ke timur lebih didasarkan kepentingan mengurangi kemacetan jalan di Ibu Kota, bukan sebagai proyek pengembangan kota secara berkelanjutan.

Karena itu, sambungnya, pemerintah pusat dan Pemprov DKI perlu segera duduk satu meja guna membahas proyek MRT tahap ketiga itu secara terbuka dengan melibatkan warga. "Sebagai sebuah proyek pasti harus disosialisasikan secara terbuka," ujarnya.

Proyek MRT sendiri merupakan program prioritas nasional yang masuk ke dalam salah satu rencana pembangunan jangka menengah nasional. Pelaksanaan proyek ini diserahkan kepada Kementerian Perhubungan dan Pemprov DKI.

Kepastian pembangunan MRT yang membentang dari barat ke timur wilayah Jakarta itu sendiri dituangkan dalam rancangan peraturan daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Jakarta 2010-2030 yang akan disahkan pada tahun ini.

Bersaman dengan itu, Pemprov DKI juga menyiapkan peraturan daerah tentang pemanfaatan ruang bawah tanah. Perda yang ditargetkan terbit semester I/2010 itu akan mengatur sekaligus melindungi aset pemerintah maupun swasta yang berada di bawah tanah. (Hery Lazuardi/Bastanul Siregar) (hendra.wibawa@bisnis.co. id/mia.chitra@ bisnis.co.id)

Oleh Hendra Wibawa & Mia Chitra Dinisari
Bisnis Indonesia

Sumber:Bisnis Indonesia, 22 Juni 2010

powered by Blogger | WordPress by Newwpthemes | Converted by BloggerTheme